Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT,
1995) serta 60/1000 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI
turun menjadi 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), sedangkan AKB turun
menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Sementara itu, umur harapan hidup
rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada
tahun 2003 (SDKI, 2003).
Indonesia membuat rencana strategi
nasional Making Pregnancy Safer (MPS) untuk tahun 2001 – 2010, dalam
konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah dengan
visi “Kehamilan dan Persalinan di Indonesia Berlangsung Aman, serta yang
Dilahirkan Hidup dan Sehat,” dengan misinya adalah menurunkan angka kesakitan
dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan. Salah
satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian
maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Perdarahan postpartum menjadi
penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Jalan lahir merupakan penyebab
kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada seorang
primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa
“kepala keluar pintu”.
Pada saat ini seorang primipara
biasanya tidak dapat tegangan yang kuat ini sehingga robek pada pinggir
depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang
luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara,
biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak
dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (Prawirohardjo,
1999).
Ruptur Perineum dapat terjadi
karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi. perineum yang dilakukan dengan
episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar,
perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan
alat baik forceps maupun vacum.
Karena apabila episiotomi itu tidak
dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan
indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan
pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan
mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan.
Berdasarkan hasil data prasurvey,
angka kejadian rupture perineum spontan yang dialami ibu primigravida di BPS
Yuni Dwi Fitariyanti tahun 2007 masih sangat tinggi yaitu sebanyak 41 orang
(65%) dari 63 persalinan normal. Sedangkan yang tidak mengalami rupture
perineum berjumlah 22 orang.
Jumlah berat badan bayi > 3100
gr yaitu 32 bayi sedangkan yang < 3.100 gr sebanyak 31 bayi. Dari 32 orang
ibu yang melahirkan dengan berat badan bayi > 3.100 gr yang mengalami
rupture berjumlah 30 orang dan yang tidak mengalami rupture 2 orang. Sedangkan
dari 31 orang ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan < 3.100 gr yang mengalami
rupture sebanyak 11 orang dan yang tidak sebanyak 20 orang.
Berdasarkan data tersebut penulis
tertarik untuk meneliti hubungan berat badan lahir dengan ruptur perineum
persalinan normal pada primigravida di BPS Dwi Yuni Fitariyanti tahun 2007.
Penelitian ini akan mengkaji
hubungan berat badan lahir dengan ruptur perineum persalinan normal pada
primigravida di BPS Dwi Yuni Fitariyanti. Dengan desain penelitian korelasi.
Subjek penelitian yaitu ibu primigravida pada persalinan normal pada bulan Januari
– Desember tahun 2007. Objek penelitian yaitu berat badan lahir di atas 3100
gram dan berat badan lahir kurang dari 3100 gram pada bulan Januari-Desember
2007 pada primigravida.
Alasan dilakukannya penelitian
karena masih banyak ditemukannya angka kejadian ruptur perineum pada
primigravida di BPS Dwi Yuni Fitariyanti yaitu 41 dari 63 persalinan normal
pada primigravida. Penelitian ini akan menggunakan metode cross sectional
yang akan dilaksanakan pada bulan Mei 2007 di BPS Dwi Yuni Fitariyanti yang
beralamat di Tegineneng Lampung Selatan.